Polusi Udara Diduga Mengancam Kesehatan Saraf Manusia

2 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, OTTAWA -- Penelitian terbaru yang dipublikasikan di jurnal Environmental Research menunjukkan salah satu komponen emisi bahan bakar fosil berkontribusi meningkatkan risiko penyakit saraf degeneratif ALS (amyotrophic lateral sclerosis). ALS merupakan penyakit neurodegeneratif yang menyerang sel-sel saraf motorik di otak dan tulang belakang.

Para peneliti di Kanada membandingkan 304 orang yang didiagnosis ALS dengan 1.207 orang sehat dengan usia dan jenis kelamin yang sama. Mereka menilai tingkat paparan polusi udara berdasarkan catatan lingkungan di tempat tinggal utama masing-masing individu.

Dari berbagai jenis polutan yang diteliti, sulfur dioksida yakni gas hasil pembakaran batu bara dan bahan bakar minyak, menunjukkan hubungan signifikan dengan risiko ALS. Orang yang mengidap ALS dalam penelitian ini tercatat memiliki riwayat paparan sulfur dioksida lebih tinggi dibandingkan kelompok sehat.

Meski hubungan ini belum membuktikan sebab-akibat secara langsung, para peneliti menilai hasilnya sangat mengkhawatirkan. Sebab, seluruh wilayah dalam studi tersebut masih memenuhi standar udara “bersih” resmi menurut pedoman kualitas udara.

Hal ini berarti, bahkan tingkat polusi yang dianggap aman pun mungkin sudah cukup berbahaya bagi kesehatan saraf manusia. “Temuan kami mendukung keterkaitan antara paparan polusi udara jangka panjang, terutama sulfur dioksida, dengan perkembangan ALS. (Temuan ini) mendukung diperlukannya langkah-langkah untuk meningkatkan pengendalian pencemaran udara,” kata para peneliti dalam makalah mereka seperti dikutip dari Science Alert, Senin (6/10/2025).

Sebelumnya, nitrogen dioksida yang juga dihasilkan dari pembakaran mobil dan pembangkit listrik batu bara diketahui memiliki keterkaitan dengan ALS. Namun, analisis yang mencakup faktor lain termasuk sosial-ekonomi membuktikan keduanya tidak saling terhubung.

Tim peneliti menemukan paparan sulfur dioksida sebelum gejala muncul terbukti lebih berpengaruh dibandingkan paparan setelah diagnosis. Artinya, ketika pasien datang ke dokter, kerusakan saraf sudah berada pada “titik tidak bisa kembali”.

“Ini penelitian pertama yang menyoroti kadar ambien sulfur dioksida yang lebih tinggi di area permukiman berkaitan dengan peningkatan risiko ALS,” tulis para peneliti.

Kasus ALS tergolong langka, hanya sekitar satu hingga dua kasus baru per 100 ribu orang per tahun di seluruh dunia. Namun, dampaknya sangat menghancurkan.

Penyakit ini menyebabkan otot tubuh secara bertahap lumpuh hingga akhirnya membuat penderitanya kehilangan kemampuan bergerak, berbicara, dan bernapas. Sebagian besar pasien ALS meninggal dalam waktu tiga tahun setelah diagnosis akibat gagal napas.

Para ilmuwan masih mencari penyebab pasti penyakit ALS. Namun, sebagian besar kasus tidak memiliki riwayat keluarga sehingga faktor genetik saja tidak cukup menjelaskan penyebabnya. Beberapa faktor risiko yang telah diidentifikasi antara lain mutasi genetik tertentu dan aktivitas fisik berat, tetapi gambaran keseluruhan perkembangan ALS masih belum jelas.

Para peneliti menduga ALS muncul akibat kombinasi berbagai faktor lingkungan dan biologis yang saling berinteraksi serta memicu kerusakan saraf. Berdasarkan penelitian ini dan studi lain, polusi udara kemungkinan menjadi salah satu faktor penting yang dapat memicu mekanisme tersebut.

Para ilmuwan menilai asap dan kabut polusi (smog) yang menjadi bagian dari kehidupan modern tidak hanya berhubungan dengan kanker paru-paru dan gangguan kesehatan mental, tetapi mungkin juga berperan dalam penyakit neurodegeneratif seperti ALS.

Tim peneliti menyerukan dilakukannya penelitian lanjutan mengenai dampak polutan terhadap risiko ALS. Mereka juga merekomendasikan agar regulasi kualitas udara diperketat karena bahan bakar fosil masih banyak digunakan. Dalam publikasinya, para peneliti menegaskan perlunya strategi pencegahan dan kebijakan kesehatan masyarakat untuk mengurangi paparan polusi udara demi melindungi kesehatan publik.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |