REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Provinsi Jawa Barat, Dedi Mulyadi, resmi mengeluarkan Surat Edaran nomor 58/PK.03/DISDIK mengenai Jam Efektif pada Satuan Pendidikan di Provinsi Jawa Barat. Kebijakan ini, yang berlaku mulai dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat, menetapkan bahwa jam masuk sekolah dimulai pukul 06.30 WIB.
Menanggapi kebijakan ini, praktisi pendidikan dan Kepala Sekolah Cikal Bandung,Mohammad Rizky Satria, S.Pd., M.Pd., memberikan pandangan komprehensif yang sepenuhnya berpihak pada kepentingan anak. Menurut Rizky, kebijakan yang baru ditetapkan ini belum melalui proses pengkajian yang komprehensif dan belum melibatkan partisipasi publik secara memadai, baik dari para ahli maupun pihak-pihak yang terdampak langsung. Oleh karena itu, ia menilai bahwa kebijakan ini perlu ditanggapi secara kritis.
“Setiap kebijakan yang berdampak luas pada masyarakat semestinya diputuskan melalui proses pengkajian yang komprehensif, melibatkan partisipasi publik berupa pendapat dari para ahli dan pihak-pihak yang terdampak, juga mempertimbangkan kesiapan teknis di lapangan yang kondisinya beragam. Dalam hal ini kebijakan masuk sekolah lebih pagi belum memenuhi hal-hal tersebut sehingga perlu ditanggapi secara kritis,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id pada Rabu (11/6/2025).
Surat edaran yang telah dirilis secara rinci menyebutkan bahwa untuk jenjang PAUD, yang mencakup Raudhatul Athfal (RA) dan Taman Kanak-kanak (TK), jam masuk sekolah ditetapkan pukul 06.30 WIB dengan durasi pembelajaran 120-195 menit dalam sehari. Sementara itu, untuk tingkat Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)/Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), pembelajaran juga dimulai pukul 06.30 WIB dengan durasi waktu pembelajaran antara 4 hingga 8,5 jam pelajaran sehari.
Melihat detail keterangan jam efektif tersebut sebagai konteks, Rizky mengungkapkan keprihatinannya bahwa seringkali kebijakan pendidikan di Indonesia diputuskan secara parsial, bukan sistemik. Ia pun secara tegas menyampaikan harapannya agar kebijakan jam sekolah pagi untuk PAUD hingga SMA ini dapat dikaji kembali dengan pendekatan yang lebih holistik.
“Saya berharap kebijakan ini dapat dikaji kembali dengan cara pandang yang lebih komprehensif karena seringkali kebijakan pendidikan diputuskan secara parsial, bukan sistemik. Bahwa misalnya kedisiplinan dapat ditingkatkan dengan berangkat sekolah lebih pagi, tapi tidak menyentuh bagaimana sistem kedisiplinan secara utuh selama ini dilakukan di sekolah-sekolah. Secara teknis juga bagaimana kesiapan orangtua untuk menyikapi hal ini. Lebih jauh bagaimana ketersediaan moda transportasi yang disediakan pemerintah untuk mendukung kebijakan ini,” kata dia menjelaskan.
Pembuatan kebijakan sekolah pukul 06.30 WIB di Jawa Barat ini diklaim bertujuan untuk meningkatkan kedisiplinan murid. Namun, menurut Rizky, klaim bahwa kedisiplinan dapat dibangun hanya dengan memajukan jam masuk sekolah perlu dikaji lebih dalam dan dibuktikan secara ilmiah. Ia berpendapat bahwa sejatinya kedisiplinan dan pembentukan karakter ditentukan oleh berbagai faktor yang saling memengaruhi dalam ekosistem pendidikan yang lebih luas.
“Dalam hal ini masuk sekolah lebih pagi dianggap dapat membangun kedisiplinan dan karakter yang positif, padahal kedisiplinan dan karakter ditentukan oleh berbagai faktor yang saling memengaruhi dalam ekosistem pendidikan di sekolah. Saya melihat kebijakan yang diputuskan pemerintah ini memiliki tujuan yang baik, tapi tujuan yang baik tentu harus diimplementasikan dengan cara yang tepat berdasarkan karakteristik dan kebutuhan anak,” ujarnya.
Rizky juga menambahkan bahwa berbagai kajian ilmiah yang ada justru lebih banyak memberikan rekomendasi pada penundaan jam sekolah. Hal ini bertujuan untuk memastikan ritme aktivitas yang optimal bagi anak, sehingga dapat mengoptimalkan kualitas belajarnya di sekolah, bukan justru sebaliknya merekomendasikan proses belajar yang dimulai lebih pagi sebagaimana yang ditetapkan dalam kebijakan ini.
“Sebaliknya, kajian-kajian ilmiah yang ada cenderung merekomendasikan penundaan jam sekolah untuk memastikan ritme istirahat dan persiapan berangkat sekolah yang cukup sehingga dapat mengoptimalkan kualitas psikologis dan pedagogis anak pada saat belajar di sekolah. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, saat ini pun Indonesia sudah memiliki jam masuk yang lebih pagi, tapi tidak membuat sistem jam sekolah Indonesia jadi lebih baik. Lebih jauh, tidak membuat murid sekolah di Indonesia menjadi lebih disiplin,” ujarnya.
Dengan masih banyaknya perbincangan publik dan berbagai diskusi ahli dalam menyikapi sekolah pukul 06.30 yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dia berharap agar publik dapat lebih aktif mengawal setiap kebijakan. Ia menyerukan pentingnya memberikan berbagai masukan yang konstruktif agar pemerintah dapat menetapkan kebijakan yang benar-benar berpihak pada anak dan didasarkan pada kajian ilmiah yang komprehensif.
“(Dalam hal ini), saya berharap partisipasi publik dapat lebih aktif mengawal kebijakan-kebijakan pemerintah yang akan berdampak pada masyarakat. Dalam hal kebijakan pendidikan yang memiliki dampak langsung terhadap anak-anak, harapannya setiap keputusan yang ditetapkan selalu berpihak pada anak, bersifat sistemik, dan berdasarkan pada kajian ilmiah yang komprehensif,” kata dia.