Mengenal Rahn (Gadai Syariah): Alternatif Pinjam - Meminjam di Era Modern

2 months ago 106

Image Muhamad Faqih Syahrastani

Ekonomi Syariah | 2025-06-24 20:10:04

Rahn merupakan sistem pinjam-meminjam berbasis syariah, di mana pihak peminjam menyerahkan barang berharga sebagai jaminan kepada pihak pemberi pinjaman. Barang tersebut akan tetap menjadi milik peminjam selama utang belum jatuh tempo, dan hanya akan dijual jika peminjam gagal melunasi utangnya dalam waktu yang telah disepakati.

Konsep rahn ini telah dikenal sejak zaman Nabi Muhammad SAW dan memiliki dasar hukum yang kuat dalam Al-Qur’an, hadis, serta ijma’ para ulama, sehingga keabsahannya tidak diragukan lagi dalam praktik keuangan Islam. Allah swt berfirman:

وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِباً فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ

Artinya, “Jika kamu dalam perjalanan, sedangkan kamu tidak mendapatkan seorang pencatat, hendaklah ada barang jaminan yang dipegang.” (QS Al-Baqarah, [2]: 283).

Mekanisme rahn sangat sederhana namun tetap menjaga keadilan dan transparansi antara kedua belah pihak. Dalam akad rahn, tidak ada unsur bunga atau riba yang dibebankan kepada peminjam. Sebagai gantinya, lembaga keuangan syariah hanya mengenakan biaya pemeliharaan atau penyimpanan barang jaminan (dikenal dengan istilah mu’nah). Dengan demikian, keuntungan yang diperoleh lembaga bukan berasal dari bunga pinjaman, melainkan dari jasa penyimpanan barang yang diberikan kepada peminjam.

Barang yang dijadikan jaminan pun harus memiliki nilai ekonomis dan dapat diperdagangkan, seperti emas, kendaraan bermotor, surat berharga, atau aset lain yang diakui secara hukum. Jika utang telah dilunasi sesuai perjanjian, barang jaminan akan dikembalikan kepada peminjam. Namun jika peminjam gagal melunasi utangnya, barang tersebut dapat dijual oleh lembaga untuk menutupi sisa utang, dan kelebihan hasil penjualan wajib dikembalikan kepada peminjam

Berikut juga penjelasan tentang keunggulan rahn dibandingkan dengan gadai konvensional :

Bebas Bunga (Riba) Rahn tidak mengenakan bunga, hanya biaya pemeliharaan atau jasa penyimpanan barang jaminan. Sedangkan gadai konvensional menerapkan bunga pinjaman yang bisa memberatkan peminjam.

Prinsip Syariah yang Kuat Rahn berlandaskan prinsip tolong-menolong (ta’awun) dan keadilan (adl), sesuai dengan ajaran Islam. Gadai konvensional lebih berorientasi pada keuntungan bisnis.

Akad yang Sesuai Syariah Rahn menggunakan akad rahn, ijarah, dan akad lain yang sesuai dengan hukum Islam. Gadai konvensional hanya menggunakan akad utang-piutang biasa.

Hak Kepemilikan Barang Jaminan Barang jaminan tetap milik peminjam selama utang belum lunas. Jika gagal bayar, barang dijual dan kelebihan hasil penjualan dikembalikan ke pemilik. Pada gadai konvensional, risiko kehilangan barang lebih besar karena bunga yang menumpuk.

Biaya yang Transparan dan Adil Biaya rahn didasarkan pada nilai barang dan waktu penyimpanan, tanpa biaya tersembunyi. Gadai konvensional sering kali memiliki bunga dan biaya tambahan yang kurang transparan.

Pengawasan dan Regulasi Rahn diawasi oleh Badan Pengawas Syariah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), memastikan kepatuhan pada prinsip syariah. Gadai konvensional diawasi oleh Kementerian BUMN dan mengacu pada hukum perdata.

Secara keseluruhan, rahn hadir sebagai alternatif pinjam-meminjam yang tidak hanya sesuai dengan syariat Islam, tetapi juga menawarkan keadilan, transparansi, dan perlindungan hak bagi semua pihak yang terlibat. Dengan perkembangan teknologi dan inovasi produk keuangan syariah, rahn semakin relevan dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat modern yang menginginkan solusi keuangan yang cepat, aman, dan bebas dari praktik riba. Bagi Anda yang mencari pinjaman dengan prinsip syariah, rahn bisa menjadi pilihan utama yang layak dipertimbangkan di era modern ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |