Ada Apa di Doa Iftitah?

3 hours ago 3

Image Muliadi Saleh

Agama | 2025-09-11 13:37:56

Oleh: Muliadi Saleh

Shalat bukan sekadar rangkaian gerakan fisik yang diulang-ulang lima kali sehari. Ia adalah perjalanan ruhani, sebuah mi’raj batin yang mengangkat manusia dari hiruk pikuk dunia ke hadirat Ilahi. Dalam perjalanan itu, setiap langkah memiliki makna, setiap bacaan mengandung rahasia. Salah satu pintu pertama yang dibuka adalah doa iftitah—sebuah doa pengantar, pembuka dialog agung antara hamba dengan Tuhannya.

Mengapa shalat harus diawali dengan doa iftitah? Karena setiap pertemuan besar selalu dimulai dengan salam pembuka, dengan penghormatan yang menandakan kesiapan hati. Doa iftitah adalah semacam prolog sakral, yang membersihkan jalan sebelum lidah mengucapkan ayat-ayat Al-Fatihah. Ia adalah jendela yang menyiapkan jiwa, membasuh hati dari sisa-sisa lalai, lalu memusatkan pandangan batin hanya kepada Allah.

Kandungan dan Esensi Bacaan

Dalam ragam riwayat, doa iftitah hadir dengan nuansa yang beragam. Ada yang berbunyi:

"Allahumma ba‘id baini wa baina khatayaaya kamaa baa‘adta bainal-masyriqi wal-maghrib. Allahumma naqqini minal khataya kamaa yunaqqats tsaubul abyadhu minad-danas. Allahumma-ghsil khataayaaya bil maa’i wats-tsalji wal-barad."

Doa ini adalah permohonan pembersihan. Sebagaimana pakaian putih yang ternoda akan terlihat jelas, demikian pula dosa dalam jiwa manusia. Doa iftitah adalah pengakuan akan kelemahan dan keterikatan kita pada kesalahan, sekaligus harapan agar Allah menyucikan hati dengan air yang paling jernih, dengan salju yang paling dingin, dengan butiran embun yang paling murni.

Ada pula bacaan lain:

"Wajjahtu wajhiya lilladzi fataras-samaawaati wal-ardh haniifan musliman wamaa ana minal-musyirikin. Inna shalaati wa nusuki wa mahyaaya wa mamaati lillahi rabbil ‘aalamin, laa syariika lahu wa bidzaalika umirtu wa ana minal-muslimin."

Di sini terkandung deklarasi tauhid yang agung. Doa iftitah bukan sekadar permohonan, melainkan peneguhan posisi diri: wajahku, hidupku, matiku, pengorbananku, seluruh eksistensi ini hanya untuk Allah, tanpa sekutu. Ia adalah sumpah setia yang diperbarui lima kali sehari, agar manusia tidak terseret arus syirik modern: penyembahan pada ego, pada harta, pada jabatan, pada dunia yang fana.

Mengapa Diawali dengan Doa Iftitah

Doa iftitah adalah tarbiyah ruhiyah. Ia mengajarkan bahwa sebelum kita menyebut ayat Allah, sebelum lidah ini melafalkan surah yang agung, hati harus dibersihkan terlebih dahulu. Ibarat seorang tamu yang hendak memasuki istana, ia mesti mencuci debu di wajahnya, menata pakaian, lalu memberi salam kepada tuan rumah.

Tanpa doa iftitah, shalat bisa berubah menjadi rutinitas kering. Ia hanya gerakan mekanis, tanpa ruh yang mengikat. Doa ini ibarat “tombol reset” yang menegaskan bahwa setiap shalat adalah kesempatan baru, bukan sekadar pengulangan masa lalu.

Pandangan Para Sufi

Para sufi melihat doa iftitah sebagai mihrab batin. Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menekankan bahwa doa pembuka ini adalah momentum untuk memutus keterikatan hati pada dunia. Dalam pandangan beliau, manusia sering membawa beban pikiran ke dalam shalat. Doa iftitah hadir untuk “meletakkan beban” di luar, agar kita menghadap dengan hati yang ringan.

Syekh Ibn ‘Athaillah as-Sakandari menyebut doa iftitah sebagai “pembukaan tirai hati”. Menurutnya, ia bagaikan mengetuk pintu kehadiran Ilahi, menyatakan kesungguhan bahwa hamba benar-benar ingin bertemu. Tanpa itu, shalat hanya sebatas formalitas jasad, bukan penyatuan ruhani.

Seorang wali dari kalangan Naqsyabandiyah pernah berkata: “Doa iftitah adalah cermin, tempat seorang hamba melihat wajah dirinya sebelum menatap wajah Tuhannya. Siapa yang melihat noda di cermin itu, ia akan membersihkannya. Siapa yang lalai, ia akan masuk shalat dengan wajah berdebu.”

Refleksi dan Renungan

Jika direnungkan, doa iftitah mengandung pesan kehidupan. Kita pun sebenarnya sedang berada dalam “sholat panjang” bernama kehidupan dunia. Di dalamnya, kita memerlukan pembuka yang suci, tekad yang lurus, serta pengakuan kelemahan diri. Hidup tanpa pengakuan akan kelemahan adalah kesombongan, dan kesombongan adalah hijab yang paling tebal antara manusia dengan Tuhannya.

Kutipan Jalaluddin Rumi bisa menjadi penutup renungan: “Ketika engkau mengetuk pintu Allah, bawalah hati yang kosong dari selain Dia. Doa adalah kunci, dan doa pembuka adalah salam kepada-Nya. Jika salam itu tulus, pintu pun terbuka.”

Maka, doa iftitah bukan hanya pembuka shalat, melainkan pembuka kesadaran. Ia adalah awal dari perjalanan menuju Allah, jalan yang tidak boleh kita tempuh dengan hati yang kotor dan jiwa yang sombong. Dengan doa iftitah, kita memohon agar seluruh noda terbasuh, arah hidup diluruskan, dan cinta hanya tertuju pada-Nya.

Shalat pun dimulai, dan jiwa pun terangkat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |