REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat tipis tiga poin ke level Rp 16.319 per dolar AS pada penutupan perdagangan Selasa (22/7/2025). Pengamat menilai, pergerakan rupiah kali ini dipengaruhi berbagai sentimen, baik internal maupun eksternal, seperti proyeksi perlambatan pertumbuhan ekonomi dan ketidakpastian kebijakan tarif Amerika Serikat (AS).
“(Sentimen internal), kondisi perekonomian global tahun 2026 masih sulit ditebak. Oleh karena itu, Bank Indonesia (BI) cenderung berhati-hati memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2026 pada kisaran 4,70–5,50 persen,” ujar pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Ia menilai perlambatan ekonomi global, terutama di negara mitra dagang utama seperti AS dan China, akan berdampak pada kinerja ekspor nasional. Pemerintah dinilai perlu mengambil langkah kebijakan countercyclical untuk meredam dampak fluktuasi ekonomi.
Langkah tersebut antara lain melalui stimulus fiskal yang tepat sasaran, seperti subsidi upah, bantuan sosial, insentif tarif tol, dan bantuan pangan. Kebijakan ini menyasar kelompok rentan dan kelas menengah agar tetap bertahan di tengah pelemahan ekonomi.
“Begitu pula dari sisi moneter, BI dapat menempuh kebijakan ekspansif seperti relaksasi suku bunga acuan (BI rate), guna menurunkan suku bunga kredit dan mendorong permintaan kredit untuk investasi dan konsumsi,” jelasnya.
Ibrahim menyebut kebijakan moneter ekspansif ini sejalan dengan tren inflasi yang relatif rendah. Namun, ia mengingatkan bahwa kebijakan fiskal dan moneter saat ini belum cukup kuat untuk mendongkrak pertumbuhan, melainkan baru mampu menahan perlambatan ekonomi nasional agar tetap berada di kisaran 5 persen.
Sentimen Eksternal
Dari eksternal, sentimen negatif muncul dari ketidakpastian kebijakan tarif AS menjelang batas waktu 1 Agustus. Negosiasi antara Uni Eropa (UE) dan AS dinilai tidak mengalami kemajuan signifikan.
Presiden AS Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif 30 persen terhadap sebagian besar barang impor dari negara anggota UE. Sebaliknya, UE bersiap membalas jika kesepakatan gagal dicapai.
Sentimen lain datang dari kekhawatiran atas independensi The Fed, setelah Ketua Jerome Powell dilaporkan ke Departemen Kehakiman AS oleh anggota DPR Anna Paulina Luna atas dugaan memberikan keterangan palsu terkait renovasi kantor pusat The Fed senilai 2,5 miliar dolar AS.
“Meskipun konsekuensi hukumnya belum jelas, tekanan politik ini meningkatkan kekhawatiran investor dan memperburuk sentimen pasar,” tutur Ibrahim.
Pasar juga masih mencermati sinyal beragam dari pejabat The Fed terkait kemungkinan penurunan suku bunga pada Juli 2025. Probabilitas saat ini menunjukkan peluang 97 persen The Fed mempertahankan suku bunga, dan 3 persen kemungkinan penurunan sebesar 25 basis poin (bps).
“Fokus pasar hari ini tertuju pada pidato pembukaan Ketua The Fed Jerome Powell serta data aktivitas manufaktur wilayah Richmond,” ujarnya.
Berdasarkan analisis berbagai sentimen tersebut, Ibrahim memprediksi rupiah akan mengalami fluktuasi dan cenderung melemah pada perdagangan Rabu (23/7/2025), di kisaran Rp 16.310–Rp 16.360 per dolar AS.