Indonesia Airlines Belum Kantongi Izin Operasional, Ini Penjelasan Kemenhub

2 days ago 15

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menegaskan PT Indonesia Airlines Holding belum dapat menjalankan layanan penerbangan. Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Lukman F Laisa, menjelaskan sertifikat standar Indonesia Airlines masih berstatus belum terverifikasi karena belum menyampaikan rencana usaha, yang merupakan persyaratan teknis dari sertifikat standar tersebut.

Meskipun perusahaan telah memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) serta sertifikat standar untuk angkutan udara niaga berjadwal dan tidak berjadwal, Lukman menyebut statusnya masih belum terverifikasi dalam sistem Online Single Submission (OSS) dan Sistem Informasi Perizinan Terpadu Angkutan Udara (SIPTAU). Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat persyaratan yang belum dipenuhi.

“Dengan demikian, keberadaan sertifikat tersebut belum dapat dijadikan dasar hukum untuk menyelenggarakan layanan angkutan udara,” ujar Lukman dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (18/7/2025).

Ia menegaskan proses verifikasi merupakan tahapan krusial dalam sistem perizinan. “Status belum terverifikasi berarti proses belum selesai. Belum ada kepastian operasional sampai seluruh tahapan dipenuhi sesuai ketentuan,” tegasnya.

Lukman menjelaskan bahwa ketentuan tentang pendirian usaha angkutan udara telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021, yang kini diperbarui melalui Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025. Berdasarkan regulasi tersebut, setiap badan usaha wajib memiliki dua dokumen utama: Nomor Induk Berusaha dan sertifikat standar.

“Kedua dokumen ini dinyatakan berlaku apabila seluruh persyaratan diverifikasi secara menyeluruh oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara,” lanjutnya.

Sebagai bagian dari proses verifikasi, badan usaha wajib menyerahkan rencana usaha jangka menengah selama lima tahun melalui sistem SIPTAU yang terintegrasi dengan OSS. Dokumen tersebut harus mencakup rencana kepemilikan atau penguasaan pesawat, daerah operasi atau rute penerbangan, kebutuhan sumber daya manusia, kemampuan keuangan, serta aspek pendukung lainnya.

“Bagi pemohon izin angkutan udara niaga berjadwal, paling sedikit harus memiliki satu pesawat dan menguasai dua pesawat lainnya,” sambung Lukman.

Jika mengajukan izin untuk dua jenis usaha, maka jumlah pesawat wajib disesuaikan dengan lingkup layanan yang diajukan. Setelah seluruh dokumen dinyatakan lengkap, status sertifikat standar akan ditingkatkan menjadi “telah terverifikasi”. Selanjutnya, maskapai dapat mengajukan proses sertifikasi Air Operator Certificate (AOC), yang mencakup tahap pra-permohonan, permohonan resmi, evaluasi dokumen teknis, inspeksi, dan demonstrasi.

“Bila AOC telah diterbitkan, maskapai dapat mengajukan permohonan rute penerbangan dan menyerahkan standar pelayanan penumpang,” jelasnya.

Lukman menambahkan, hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 35 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara serta PM 30 Tahun 2021 tentang Standar Pelayanan Minimal. Proses perizinan, tegasnya, tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga bagian dari sistem pengawasan keselamatan dan kesiapan operasional.

“Oleh karena itu, publikasi informasi sebelum seluruh tahapan dilalui berpotensi menimbulkan persepsi keliru di tengah masyarakat,” ungkapnya.

Lukman menegaskan bahwa pernyataan ini dimaksudkan untuk meluruskan informasi yang menyebutkan Indonesia Airlines telah beroperasi. Ia menyebut belum ada pengajuan perizinan yang sah kepada Kemenhub atas nama PT Indonesia Airlines Holding.

“Secara faktual, belum ada pijakan administratif yang dapat diverifikasi secara sah oleh regulator,” ujarnya.

Ditjen Perhubungan Udara memastikan bahwa pihaknya siap mendukung dan membuka ruang bagi inisiatif pendirian maskapai baru, selama seluruh proses dilakukan secara transparan, tertib, dan sesuai ketentuan.

“Kami terbuka terhadap inisiatif pendirian maskapai baru, tetapi setiap prosesnya harus dilalui sesuai ketentuan. Transparansi informasi penting untuk menjaga kepercayaan publik dan iklim investasi yang sehat,” kata Lukman.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |