Program PLTS 100 GW Perlu Peta Jalan Konkret 

3 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) menilai program 100 gigawatt (GW) tenaga surya yang digagas Presiden Prabowo Subianto perlu segera diterjemahkan dalam peta jalan konkret. Tanpa arah kebijakan dan regulasi teknis yang jelas, program besar ini berisiko menjadi simbol semata dan gagal mendorong percepatan transisi energi nasional. 

CREA dalam laporannya berjudul "China, India, and Indonesia: the three main growth markets for coal could peak by 2030" menyebutkan, program energi surya Indonesia berpotensi mempercepat tercapainya puncak emisi kelistrikan sebelum 2030. Namun, peluang itu hanya dapat diwujudkan jika energi bersih benar-benar mendominasi tambahan kapasitas listrik dalam rencana pembangunan nasional. 

Tidak ada kode iklan yang tersedia.

“Program 100 GW energi surya Presiden Prabowo menjadi peluang bagi Indonesia untuk mencapai puncak emisi pembangkit listrik berbahan bakar batu bara pada 2030. Namun peluang ini baru akan ada ketika visi presiden diterjemahkan dalam peta jalan yang konkret,” kata Analis CREA, Katherine Hasan, dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (28/10/2025).

Saat ini, arah kebijakan energi nasional belum sepenuhnya mencerminkan visi tersebut. Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2030 masih menitikberatkan pada peningkatan kapasitas berbasis fosil seperti batu bara dan gas hingga 16,6 GW. Sementara pertumbuhan energi bersih di Indonesia masih jauh di bawah kebutuhan, dan hanya menutupi sebagian kecil dari kenaikan permintaan listrik. 

Kementerian teknis diharapkan segera menyesuaikan perencanaan dengan arah besar Presiden Prabowo yang menargetkan 100 persen energi terbarukan pada 2035. Konsistensi kebijakan ini penting agar investasi energi bersih, termasuk proyek PLTS desa 80 GW dan proyek skala besar 20 GW, dapat berjalan sesuai target. 

Dalam konsultasi publik Second Nationally Determined Contribution (SNDC), komitmen pemensiunan pembangkit listrik berbasis fosil belum termuat secara eksplisit. Padahal, menurut CREA, langkah ini krusial untuk memastikan puncak emisi tercapai sekaligus menurunkan ketergantungan pada batu bara dalam jangka panjang. 

“Visi Presiden Prabowo tentang energi bersih 100 persen pada 2035 seharusnya tercermin dalam dokumen perencanaan nasional. Ketika kementerian tetap berpegang pada agenda lama, maka visi presiden berisiko melemah,” ujar Katherine menegaskan. 

Selain persoalan perencanaan, pelaksanaan proyek PLTS desa melalui skema Koperasi Desa Merah Putih juga memerlukan pengawasan ketat. Skema ini mengandung risiko tinggi dalam tata kelola, mulai dari potensi konflik kepentingan hingga beban pinjaman skala besar. CREA menilai, transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci agar program 80 GW di desa tidak tersendat. 

Pembelajaran dari negara lain menunjukkan pentingnya peta jalan yang jelas. Di China, kebijakan dual carbon goals yang dicanangkan Presiden Xi Jinping mempercepat penurunan emisi kelistrikan sejak awal 2024. Sementara India menambah 29 GW pembangkit hijau pada 2024 dan 25 GW pada paruh pertama 2025 sebagai bagian dari target 500 GW energi bersih pada 2030. 

Meski demikian, baik Indonesia, China, maupun India belum memiliki peta jalan pengurangan pembangkit batu bara setelah puncak emisi tercapai. Hal ini berpotensi membuat emisi stagnan bahkan meningkat kembali pasca-2030 jika tidak diikuti reformasi pasar listrik dan sistem transmisi. 

“Ekspansi pembangkit berbasis batu bara yang tidak terkendali berisiko memperkuat kepentingan golongan yang menunda transisi energi. Diperlukan reformasi pasar dan kebijakan listrik agar pertumbuhan energi bersih terus berlanjut,” ujar Lauri Myllyvirta, Pendiri dan Analis Utama CREA. 

Kementerian ESDM bersama Bappenas kini dituntut menyusun langkah terukur untuk memastikan target energi surya 100 GW berjalan realistis. Kejelasan peta jalan menjadi penentu agar visi besar Presiden Prabowo tidak berhenti di tataran wacana, tetapi menjadi tonggak baru dalam sejarah transisi energi Indonesia. 

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |