REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pertumbuhan lapangan kerja di Amerika Serikat melambat pada Mei di tengah ketidakpastian terkait tarif impor yang diberlakukan pemerintahan Trump. Namun, pertumbuhan upah yang solid dinilai masih mampu menjaga laju ekspansi ekonomi dan memungkinkan Bank Sentral AS (Federal Reserve) menunda pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat.
Laporan dari Departemen Tenaga Kerja pada Jumat (6/6/2025), menunjukkan momentum pasar kerja melemah. Ini diperkuat dengan revisi penurunan tajam jumlah pekerjaan pada Maret dan April, yang ternyata 95.000 lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.
Tingkat pengangguran tetap berada di angka 4,2 persen selama tiga bulan berturut-turut. Hal ini terjadi karena sebanyak 625.000 orang keluar dari angkatan kerja, mencerminkan rendahnya kepercayaan terhadap prospek pasar tenaga kerja. Survei menunjukkan konsumen semakin pesimistis terhadap peluang mendapat pekerjaan jika terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Para ekonom menilai perubahan sikap Presiden Donald Trump terhadap bea masuk menghambat kemampuan bisnis dalam merancang strategi jangka panjang. Penolakan dari anggota Partai Republik di Senat dan kritik dari miliarder teknologi Elon Musk terhadap RUU pajak dan anggaran Trump turut mempertebal ketidakpastian bagi dunia usaha.
“Retakan pada fondasi ketahanan pasar tenaga kerja mulai terlihat. Ketidakpastian tarif dan pemangkasan belanja pemerintah yang berlarut-larut bisa memperburuk situasi,” kata Scott Anderson, Kepala Ekonom AS di BMO Capital Markets, dilansir dari laman Reuters.
Pertambahan pekerjaan pada April diperkirakan mencapai 177.000. Jumlah untuk Maret dipangkas sebesar 65.000 menjadi hanya 120.000. Dengan revisi ini, rata-rata penambahan pekerjaan tiga bulan terakhir menurun menjadi 135.000 dari sebelumnya 155.000.
Perekonomian AS membutuhkan tambahan sekitar 100.000 pekerjaan per bulan untuk mengimbangi pertumbuhan populasi usia kerja. Jumlah ini bisa menurun karena kebijakan Trump yang mencabut status hukum sementara ratusan ribu migran.
Pertumbuhan lapangan kerja tetap terkonsentrasi di sektor kesehatan, yang menyumbang 62.000 pekerjaan di rumah sakit, layanan rawat jalan, dan fasilitas perawatan keperawatan. Sektor rekreasi dan perhotelan bertambah 48.000 pekerjaan, terutama dari restoran dan bar. Sementara itu, pekerjaan di bidang bantuan sosial bertambah 16.000, dan sektor konstruksi naik 4.000 posisi.
Namun, lapangan kerja di sektor pemerintah federal berkurang 22.000, turun total 59.000 sejak Januari, seiring kampanye pemangkasan birokrasi oleh Gedung Putih. PHK massal sempat diblokir hakim federal, dan pekerja cuti bergaji tetap dihitung sebagai tenaga kerja aktif.
Manufaktur kehilangan 8.000 pekerjaan, sebagian besar di lini produksi mesin, disertai PHK di sektor ritel dan pekerjaan sementara. Pangsa industri yang melaporkan peningkatan lapangan kerja turun menjadi 50 persen, terendah dalam 10 bulan.
Rata-rata pendapatan per jam meningkat 0,4 persen, setelah naik 0,2 persen pada April. Secara tahunan, upah naik 3,9 persen, menyamai laju bulan sebelumnya.
Pasar saham di Wall Street bergerak naik. Dolar menguat terhadap sekeranjang mata uang, dan imbal hasil Treasury AS meningkat.
Keengganan pelaku usaha untuk memberhentikan pekerja dapat mendorong Federal Reserve menunda tindakan hingga akhir tahun. Pasar memperkirakan suku bunga acuan tetap di kisaran 4,25–4,50 persen dalam pertemuan kebijakan bulan ini, dan baru akan dilonggarkan pada September.
“Ketidakpastian kebijakan membuat perusahaan enggan merekrut dan juga berhati-hati dalam melakukan PHK,” kata Sarah House, ekonom senior Wells Fargo. “Dengan inflasi diperkirakan meningkat, Fed kemungkinan menunggu bukti kelemahan ketenagakerjaan yang nyata dan berkelanjutan sebelum bereaksi.”