Maybank Syariah Cetak Kinerja Kinclong, Laba Sebelum Pajak Melonjak

8 hours ago 11

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Unit Usaha Syariah Maybank Indonesia mencatat Laba Sebelum Pajak (PBT) sebesar Rp516 miliar pada sembilan bulan 2025. Angka itu melonjak signifikan dibandingkan dengan Rp163 miliar pada sembilan bulan 2024. Kenaikan PBT sebesar 216,5 persen tersebut didorong oleh peningkatan pendapatan dan pengelolaan biaya yang disiplin.

Pendapatan setelah distribusi bagi hasil meningkat 16,2 persen menjadi Rp1,11 triliun, didukung pendapatan dari penyaluran dana yang naik 4,7 persen, serta komposisi pendanaan yang lebih efisien sehingga porsi bagi hasil untuk pemilik dana menurun 6,6 persen. Pendapatan operasional lainnya tumbuh 30,3 persen menjadi Rp217 miliar, didorong oleh pertumbuhan Wealth Management Syariah dan pemulihan aset. Pendapatan operasional bruto meningkat 18,3 persen menjadi Rp1,32 triliun pada sembilan bulan 2025.

Tidak ada kode iklan yang tersedia.

Pembiayaan Syariah segmen Community Financial Services (CFS) tumbuh 13,3 persen menjadi Rp22,36 triliun. Pembiayaan nonritel meningkat 14,5 persen, ditopang oleh pertumbuhan sebesar 16,3 persen pada Business Banking, 19,7 persen pada SME+, serta 11,2 persen pada RSME.

Pembiayaan ritel naik 11,8 persen, didukung utamanya oleh pertumbuhan pembiayaan kepemilikan rumah sebesar 12,6 persen dan otomotif sebesar 3,5 persen. Pembiayaan syariah tercatat sebesar Rp29,64 triliun, berkontribusi sebesar 27,8 persen terhadap total portofolio pembiayaan bank (bank saja).

CASA Syariah meningkat 17,7 persen menjadi Rp22,71 triliun, didorong pertumbuhan giro sebesar 36,1 persen dan Tabungan sebesar 3,2 persen. Deposito Berjangka turun 22,5 persen, sejalan dengan strategi Bank untuk mengoptimalkan komposisi pendanaan. Rasio CASA tercatat sebesar 62,2 persen pada September 2025, naik dari 52,0 persen pada September 2024. Namun demikian, total simpanan nasabah perbankan Syariah turun 1,6 persen menjadi Rp36,51 triliun.

Rasio non-performing financing (NPF) membaik menjadi 2,4 persen (bruto) dan 1,6 persen (neto) pada September 2025, dibandingkan 2,5 persen (bruto) dan 1,8 persen (neto) pada September 2024. Rasio financing-to-deposit (FDR) berada di level 80,5 persen.

Kinerja Induk

PT Bank Maybank Indonesia Tbk (Maybank Indonesia) membukukan Laba Sebelum Pajak (PBT) sebesar Rp1,30 triliun, naik 53,9 persen pada periode sembilan bulan yang berakhir 30 September 2025. Laba Setelah Pajak dan Kepentingan Nonpengendali (PATAMI) meningkat 77,3 persen menjadi Rp989 miliar. Peningkatan PBT dan PATAMI pada sembilan bulan 2025 ini didukung oleh pendapatan operasional yang menguat, beban overhead yang terkendali, serta biaya provisi yang turun signifikan.

Pendapatan bunga tumbuh 3,2 persen, ditopang oleh peningkatan imbal hasil terhadap loan average balance dan portofolio surat berharga, serta penerapan pricing yang disiplin. Beban bunga tetap tinggi sehubungan dengan komposisi dana mahal yang lebih besar, sehingga Pendapatan Bunga Bersih (NII) naik 0,8 persen menjadi Rp5,37 triliun. Marjin Bunga Bersih (NIM) tertekan 16 bps Y-o-Y menjadi 4,3 persen pada sembilan bulan 2025.

Pendapatan nonbunga (NOII) meningkat 10,7 persen menjadi Rp1,58 triliun, didukung utamanya oleh pendapatan Global Markets (GM) yang naik signifikan sebesar 618,3 persen menjadi Rp300 miliar yang disumbang dari perdagangan valas dan efek. Secara keseluruhan, gross operating income meningkat 2,9 persen menjadi Rp6,95 triliun.

Maybank Indonesia terus memperluas portofolio kredit segmen utama yakni UKM, korporasi lokal skala besar dan ritel. Berkat upaya ini, kredit ritel dan nonritel Community Financial Services (CFS) tumbuh 7,8 persen menjadi Rp86,05 triliun.

Kredit CFS Nonritel naik 10,1 persen menjadi Rp38,43 triliun, didukung pertumbuhan kredit komersial (Business Banking) sebesar 18,5 persen, diikuti kredit SME+ yang tumbuh 6,4 persen, dan Retail SME (RSME) yang naik 4,3 persen.

Kredit CFS Ritel meningkat 6,1 persen menjadi Rp47,62 triliun, didukung pertumbuhan sebesar 9,6 persen pada pembiayaan otomotif, 2,4 persen pada kredit konsumer (Kartu Kredit dan KTA), serta 2,1% pada kredit pemilikan rumah (KPR).

Kredit segmen Global Banking (GB) untuk Korporasi Lokal Skala Besar terus mempertahankan momentum pertumbuhan yakni sebesar 7,7 persen menjadi Rp11,88 triliun. Bank menerapkan strategi rebalancing pada portofolio GB sehubungan dengan low-yielding corporate loans yang turun 29,8 persen, sehingga total kredit GB turun 19,3 persen.

Sejalan dengan rebalancing, total kredit yang disalurkan bank mengalami penurunan sebesar 1,6 persen menjadi Rp120,42 triliun. Namun demikian, total kredit ini telah ditopang oleh kinerja segmen CFS ritel dan nonritel yang kuat.

Pembiayaan berkelanjutan mencapai Rp3,96 triliun, naik 7,0 persen Y-o-Y, didorong utamanya oleh pembiayaan pengelolaan sumber daya alam hayati dan penggunaan lahan yang berkelanjutan yang meningkat 56,1 persen menjadi Rp338 miliar, serta pembiayaan transportasi ramah lingkungan yang tumbuh 72,0 persen menjadi Rp314 miliar. Pembiayaan berkelanjutan ini mencakup 20,1 persen dari total kredit bank (bank saja).

Total aset meningkat 4,6 persen, didorong oleh kenaikan sebesar 28,8 persen pada aset produktif lainnya, terutama dari portofolio surat berharga.

Simpanan nasabah tumbuh 13,2 persen Y-o-Y. Giro dan tabungan masing-masing tumbuh 19,3 persen dan 0,9 persen, sejalan dengan strategi untuk memperkuat pendanaan yang efisien. Deposito Berjangka mengalami peningkatan sebesar 14,4 persen pada sembilan bulan 2025. Rasio CASA tercatat 52,3 persen pada September 2025.

Platform perbankan digital terus menunjukkan pertumbuhan positif. Transaksi melalui M2U (ritel) meningkat 23,4 persen menjadi lebih dari 22 juta transaksi, sementara M2E (korporasi) naik 12,5 persen menjadi lebih dari 3,7 juta transaksi.

Beban overhead terkendali, dengan kenaikan sebesar 3,0 persen Y-o-Y didukung upaya berkelanjutan dalam mengoptimalkan operasional Bank. Cost-to-income ratio (CIR) sebesar 70,4 persen dari 71,4 persen pada tahun sebelumnya. Demikian juga, rasio efisiensi operasional (BOPO) menurun menjadi 89,1 persen, dibandingkan 92,3 persen pada sembilan bulan tahun lalu. Hal ini mencerminkan pengelolaan biaya yang disiplin didukung pendapatan yang tumbuh berkelanjutan.

Laba Operasional Sebelum Provisi (PPOP) tumbuh 2,8 persen Y-o-Y menjadi Rp2,05 triliun, sementara provisi membaik 32,1 persen, sejalan dengan pencadangan pre-emptive yang dibentuk pada tahun sebelumnya.

Non-Performing Loans (NPL) berada di level 2,4 persen (bruto) dan 1,5 persen (neto) pada September 2025, membaik dibandingkan 2,9 persen (bruto) dan 1,7 persen (neto) pada September 2024. Saldo NPL turun 17,4 persen Y-o-Y.

Likuiditas tetap terjaga dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) bank saja sebesar 77,5 persen, Liquidity Coverage Ratio (LCR) bank saja sebesar 163,6 persen, jauh di atas ketentuan minimum 100 persen, dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) bank saja sebesar 118,7 persen.

Posisi permodalan tetap kuat dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 27,1 persen dan Common Equity Tier 1 (CET1) sebesar 25,9 persen.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |