AS dan China Lanjutkan Negosiasi di London, Trump Optimistis Hasil Positif

9 hours ago 6

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pembicaraan perdagangan antara Amerika Serikat dan China diperpanjang hingga hari kedua di London. Pejabat ekonomi utama dari dua kekuatan ekonomi terbesar dunia itu berupaya meredakan ketegangan tajam yang mencakup tarif dan pembatasan atas unsur tanah jarang, yang dikhawatirkan dapat mengguncang rantai pasok global serta memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Pertemuan di Lancaster House, bangunan mewah milik pemerintah Inggris, berakhir pada Senin (9/6/2025) malam, dan akan dilanjutkan Selasa (10/6/2025) pukul 10.00 waktu setempat (09.00 GMT), menurut sumber dari pihak AS yang mengetahui negosiasi tersebut.

Washington dan Beijing berusaha menghidupkan kembali kesepakatan ''gencatan senjata'' sementara yang sebelumnya dicapai di Jenewa. Kesepakatan itu sempat menurunkan ketegangan dagang dan menenangkan pasar global.

Namun, AS menuduh China memperlambat pelaksanaan komitmennya, terutama terkait pengiriman unsur tanah jarang. Presiden AS Donald Trump pada Senin memberikan pernyataan positif mengenai negosiasi tersebut. Ia menyebut pembicaraan berjalan dengan baik dan dirinya "hanya menerima laporan baik" dari tim perunding di London.

“Kami baik-baik saja dengan China. China tidak mudah,” ujar Trump tanpa merinci substansi pembahasan.

Dilansir dari laman Reuters, saat ditanya soal kemungkinan pencabutan kontrol ekspor, Trump menjawab kepada wartawan di Gedung Putih, “Kita lihat saja nanti.”

Penasihat Ekonomi Gedung Putih, Kevin Hassett, menyatakan tim AS berharap ada kesepakatan konkret dari pihak China terkait ekspor logam tanah jarang. Hal itu disampaikan setelah Trump menyebut Presiden China Xi Jinping setuju melanjutkan pengiriman dalam percakapan telepon langka antara kedua pemimpin pekan lalu.

Dalam wawancara dengan CNBC, Hassett menyatakan AS berharap pembatasan ekspor akan dilonggarkan dan pengiriman logam tanah jarang segera dilakukan dalam jumlah besar.

Negosiasi di London berlangsung pada momen krusial bagi kedua negara, yang sama-sama mengalami tekanan ekonomi imbas kebijakan tarif Trump sejak kembali menjabat Januari lalu.

Data bea cukai mencatat ekspor China ke AS anjlok 34,5 persen secara tahunan pada Mei, penurunan terbesar sejak Februari 2020 ketika pandemi Covid-19 melumpuhkan perdagangan global.

Di AS, bisnis dan rumah tangga ikut tertekan. Produk domestik bruto kuartal pertama juga tercatat menurun akibat lonjakan impor, menyusul antisipasi warga terhadap kenaikan harga. Meski demikian, dampak terhadap inflasi masih terkendali dan pasar tenaga kerja tetap cukup kuat. Namun, para ekonom memperkirakan tekanan ekonomi akan semakin terasa selama musim panas.

Delegasi AS yang hadir dalam pembicaraan meliputi Menteri Keuangan Scott Bessent, Menteri Perdagangan Howard Lutnick, dan Perwakilan Dagang Jamieson Greer. Sementara dari China, Wakil Perdana Menteri He Lifeng memimpin tim yang terdiri atas Menteri Perdagangan Wang Wentao dan Kepala Negosiator Perdagangan Li Chenggang.

Kehadiran Lutnick, yang lembaganya mengawasi kebijakan ekspor AS, dinilai menandakan pentingnya isu logam tanah jarang. Beberapa analis menilai hal ini sebagai sinyal bahwa Trump mempertimbangkan pencabutan pembatasan ekspor terbaru dari Departemen Perdagangan. China saat ini hampir memonopoli produksi magnet tanah jarang, komponen penting dalam motor kendaraan listrik.

Lutnick sebelumnya tidak ikut dalam pembicaraan di Jenewa, tempat AS dan China menyepakati pencabutan sebagian tarif selama 90 hari.

Sementara itu, persidangan di AS mengenai upaya pembatalan tarif Trump atas barang-barang China masih berlanjut. Pemerintahan Trump telah mengajukan banding atas putusan pengadilan perdagangan AS yang menyebut tarif tersebut melampaui kewenangan hukum.

Pengadilan banding federal sewaktu-waktu dapat mengeluarkan keputusan atas permintaan pemerintah untuk mempertahankan tarif sambil menunggu proses banding. Perkara ini diperkirakan bisa berlanjut hingga Mahkamah Agung.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |