REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kebijakan larangan study tour yang diterapkan oleh Provinsi Jawa Barat memberikan dampak signifikan pada sektor wisata di Yogyakarta. Sejumlah destinasi berbasis budaya seperti Keraton Yogyakarta, museum, hingga kampung wisata mulai merasakan penurunan jumlah kunjungan pasalnya selama ini didominasi oleh kalangan pelajar.
Tak ingin terus terpuruk dengan kondisi ini, Keraton Yogyakarta kini memilih untuk beradaptasi dengan mengembangkan strategi baru demi menjaga eksistensi sektor wisata budaya. Kepala Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) DIY, GKR Bendara menyampaikan perubahan strategi menjadi kunci bertahan di tengah tantangan.
“Tentu larangan di Jawa Barat berdampak karena di Jogja kita banyak sekali mendapatkan benefit dari study tour terutama di bulan-bulan sepi. Tapi Jogja enggak pernah diam, selalu berinovasi. Yang cepat beradaptasi, itu yang bisa bertahan,” ungkapnya saat dijumpai dalam gelaran Festival Gya Dolan Sesarengan 2025, Ahad (27/7/2025).
Menurut GKR Bendara, penurunan itu terjadi sejak awal 2025. Meski begitu, pihaknya terus berupaya meluncurkan berbagai inovasi wisata edukatif yang lebih interaktif dan menyenangkan, khususnya bagi segmen anak-anak dan pelajar. Program festival dolanan anak yang digelar sepanjang Juli 2025 ini diakuinya menjadi salah satu cara untuk terus mendatangkan wisatawan.
Program ini mengajak anak-anak mengenal budaya lokal melalui permainan tradisional serta kunjungan museum interaktif dalam kegiatan Gya Dolan tersebut. Adapun ragam atraksi yang dihadirkan, mulai dari Lokakarya Bocah yang memberikan keterampilan kreatif kepada anak-anak, hingga panggung hiburan yang diisi berbagai komunitas, seperti Jogja Disability Art yang berkolaborasi dengan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS DIY), menampilkan pertunjukan angklung interaktif yang inspiratif.
Tidak ketinggalan, pentas Tari Topeng dari Desa Wisata Bobung, Gunung Kidul, menjadi salah satu daya tarik utama, menampilkan kolaborasi apik antara anak-anak dan dewasa dalam seni tari yang ekspresif dan sarat makna moral.
“Semester ini tren pariwisata berangsur membaik berkat karena kami yang memadukan edukasi, hiburan, dan interaksi langsung bagi pengunjung yang semakin besar merupakan anak-anak dan pelajar,” ucap GKR Bendara.
Ia juga menjelaskan Museum Wahanarata menjadi salah satu contoh transformasi yang dilakukan Keraton. Koleksi budaya seperti kuda keraton dan replika kereta pusaka kini dapat disentuh dan dijelajahi anak-anak secara langsung. Salah satu daya tarik utama adalah kereta Kanjeng Kyai Garuda Yeksa dan Kanjeng Kyai Ijtimat yang berasal dari era Sultan HB I.
“Tidak cukup hanya mendengar cerita atau melihat pameran, mereka ingin merasakan langsung, menyentuh, bahkan bermain dengan elemen budaya. Area kami disini juga didesain ramah anak dan difabel, sesuatu yang belum sepenuhnya dimiliki destinasi lain,” ujarnya.
Inovasi ini, lanjutnya, tidak semata-mata untuk menjaga angka kunjungan, tetapi juga memperkuat pemahaman budaya lokal di kalangan generasi muda seperti Gen Z dan Alfa. Ia pun berharap ke depan lebih banyak agenda budaya digelar pada awal tahun.
“Jogja punya banyak potensi, tinggal bagaimana kita menyajikannya dengan cara baru,” ucapnya.
Sebelumnya, Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) DIY, Bobby Ardyanto Setyo Ajie, juga mengakui larangan study tour dari Jabar memberikan tekanan bagi pelaku pariwisata di Yogyakarta. Wilayah seperti Kuningan, Garut, dan Cirebon disebut-sebut sebagai pasar utama wisata pelajar ke DIY.
Meski demikian, Bobby menilai situasi ini sebagai momentum untuk melakukan evaluasi terhadap ketergantungan pada satu pasar. Diversifikasi, menurutnya, merupakan langkah strategis yang harus segera dilakukan oleh pelaku industri.
“Kita bisa lengkapi market share kita, supaya bisa menyubstitusi, saling melengkapi market itu, sehingga menjadi pariwisata Jogja yang lebih resilience,” ungkapnya.
Bobby juga menyarankan agar pelaku pariwisata memperkuat akses dari pasar potensial lain seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DKI Jakarta untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan pasar Jabar.
“Optimalkan market-market lain yang selama ini belum terlalu diaktifkan,” katanya.