Soal Pemblokiran Rekening Dorman, Ekonom Nilai Pejabat PPATK Harus Diberi Sanksi Tegas

1 day ago 13

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ekonom senior Didik J Rachbini mengkritik keras tindakan pemblokiran rekening dorman yang dilakukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Menurut dia, PPATK telah keluar jalur dari tugas dan fungsinya, sehingga para pejabatnya dinilai perlu diberi sanksi yang tegas.

Didik memandang bahwa dalam beberapa tahun terakhir, para pejabat publik kerap mengeluarkan kebijakan sembarangan dan bersifat ngawur. Yang terbaru adalah kebijakan yang dilakukan PPATK.

“Kebijakan buruk PPATK yang semaunya memblokir rekening tidak aktif selama tiga bulan dengan alasan untuk mencegah penyalahgunaan untuk kriminal, pencucian uang, dan sebagainya, ini sebenarnya menyalahi tugas dan fungsi PPATK sendiri,” ungkap Didik dalam keterangannya kepada Republika, Kamis (31/7/2025).

Ia menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, tugas dan fungsi PPATK memang secara umum adalah untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (TPPU), sebagaimana juga menjadi tugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan internal bank. Jika ada laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM), PPATK bekerja sama dan melaporkannya kepada aparat penegak hukum.

“PPATK bukan aparat hukum yang bisa bertindak sendiri, lalu memblokir secara masif akun-akun yang dianggap terindikasi,” ujarnya.

Didik menyebutkan, tugas dan fungsi PPATK bersifat tidak langsung dalam hal penindakan, yakni memberikan rekomendasi hasil analisis kepada penyidik, jaksa, atau hakim. Aparat hukumlah yang berwenang menentukan apakah rekening nasabah dapat diblokir atau tidak.

“PPATK tidak memiliki kewenangan langsung untuk memblokir rekening nasabah bank,” tegasnya.

Didik menegaskan, PPATK tidak dapat memblokir langsung rekening nasabah secara massal seperti yang dilakukan sekarang, walaupun bersifat sementara. PPATK hanya dapat meminta penyidik (Polri, Kejaksaan, KPK) untuk memblokir rekening jika ditemukan indikasi TPPU atau pendanaan terorisme.

Barulah kemudian aparat hukum—baik penyidik, jaksa, maupun hakim—yang memerintahkan penyedia jasa keuangan (misalnya bank) untuk memblokir rekening. Jadi, PPATK sifatnya hanya dapat memberikan rekomendasi berdasarkan hasil analisis dan tidak mengeksekusi langsung pemblokiran.

“Dalam kasus ini, PPATK sudah keluar jalur dari tugas dan fungsinya. Ini menandakan pemimpinnya tidak kompeten menjalankan tugas, sehingga kebijakan tersebut selain tidak efektif juga meresahkan publik,” kata Didik.

Menurut dia, alasan rekening pasif selama tiga bulan sebagai tempat menadah uang tidak masuk akal sebagai dasar kebijakan tersebut. Tidak ada undang-undang atau aturan yang melarang rekening pasif sebagai pelanggaran hukum.

“Pejabat tidak kompeten seperti ini sebaiknya diberi sanksi tegas, baik berupa peringatan maupun diberhentikan, karena kelalaian fatal dalam menunaikan tugas secara tidak profesional. Ini merupakan kelalaian pemerintah juga dalam memilih pejabat yang tidak kompeten, sehingga pemerintah ikut bertanggung jawab,” tutupnya.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |