Psikolog Ungkap Musik Bisa Tenangkan Anak dan Latih Motorik, Cek Manfaatnya

9 hours ago 7

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Musik disebut memiliki kekuatan luar biasa dalam membentuk dan merangsang perkembangan otak anak. Lebih dari sekadar hiburan, musik adalah stimulus sensorik yang vital.

Seorang psikolog klinis anak dan remaja lulusan Universitas Padjajaran, Brigitta Shanny M.Psi, Psikolog, mengatakan pentingnya peran musik ini. “Selama masa pertumbuhan, otak anak sangat plastis, artinya mudah membentuk dan menguatkan koneksi antarneuron melalui pengalaman sensorik,” kata Michelle pada Selasa (22/7/2025).

Plastisitas otak inilah yang membuat masa kanak-kanak menjadi periode emas untuk stimulasi. Musik, dengan melodi, ritme, dan liriknya, mampu memberikan stimulasi komprehensif yang menjangkau berbagai area kognitif anak.

Michelle mengatakan musik bisa memberikan dampak positif pada lobus temporal (untuk pemrosesan bahasa dan suara), lobus frontal (stimulasi yang berfokus pada pemikiran dan perhatian), dan cerebelum (untuk koordinasi motorik). Ini berarti, musik tidak hanya membantu anak berbicara atau memahami, tetapi juga meningkatkan kemampuan berpikir dan bergerak mereka.

Salah satu kontribusi penting musik adalah pada perkembangan bahasa anak, yang krusial untuk keterampilan membaca mereka pada kemudian hari. “Dalam perkembangan bahasa, musik memperkuat keterampilan fonologis dan kosakata, yang penting untuk keterampilan membaca,” ujar Michelle. Anak yang terbiasa mendengarkan musik dengan lirik yang jelas dan beragam kosakata akan memiliki fondasi bahasa yang lebih kuat, memudahkan mereka dalam belajar membaca.

Sebagai psikolog di Klinik Vajra Gandaria, Michelle juga menambahkan bahwa musik membantu anak dalam ranah emosional dan motorik. Musik membantu anak mengekspresikan dan memahami emosi mereka, serta memiliki efek menenangkan sistem saraf. Selain itu, melalui aktivitas seperti menari atau bermain alat musik, musik mengembangkan koordinasi motorik dan ritme, yang secara langsung memperkuat integrasi sensorimotor anak.

Namun, di balik segudang manfaatnya, ada sisi lain yang harus diwaspadai yaitu paparan musik yang tidak sesuai dengan usia anak. Michelle memperingatkan hal ini dapat berdampak negatif terhadap perkembangan neurologis, emosional, dan sosial anak. Mengapa? Karena otak anak belum memiliki kapasitas penuh untuk menyaring atau memahami secara kritis isi dari konten tersebut.

“Dampaknya anak cenderung meniru apa yang dilihat atau didengar, bahkan tanpa memahami konteksnya. Anak yang sering mendengar lirik atau menonton adegan seksual atau kekerasan bisa menganggap bahwa hal tersebut adalah hal biasa, sehingga penerimaan mereka terhadap konten-konten tersebut lebih tinggi,” kata Michelle.

Ia menambahkan pada masa pertumbuhan yang masih bersifat observasi dan meniru, anak bisa mulai meniru penggunaan bahasa kasar, memahami hubungan romantis secara keliru saat melihat adegan dewasa, atau memunculkan pertanyaan dan rasa ingin tahu yang belum siap mereka proses. Fenomena inilah yang dikenal sebagai modelling, di mana anak meniru perilaku yang mereka saksikan.

Oleh karena itu, peran orang tua sangat krusial sebagai pendamping, pemberi batasan, dan pendidik nilai. Saat anak terekspos pada musik yang tidak sesuai usia, Michelle menyarankan agar respons orang tua tidak langsung reaktif, melainkan komunikatif dan reflektif. Ia memberikan beberapa saran praktis bagi orang tua yaitu membangun komunikasi terbuka tanpa menghakimi, menjelaskan bahwa lagu tersebut mungkin belum sesuai usianya, menawarkan alternatif musik lain yang memiliki lirik positif, atau bahkan mengajak anak memilih musik bersama.

"Tetapkan batasan dengan konsisten, jelaskan kenapa ada batasan, dan terapkan kontrol penggunaan media bila perlu. Menonton atau mendengarkan musik bersama anak dapat memberi kesempatan untuk membahas isi dan memberi pemahaman nilai," kata dia.

Intinya, peran orang tua tidak hanya sebatas melindungi, tetapi juga membekali anak dengan kemampuan literasi media. Ini adalah kemampuan krusial bagi anak untuk memahami, mengevaluasi, dan menyaring konten secara kritis di tengah derasnya informasi dan hiburan yang tersedia. Dengan begitu, musik dapat tetap menjadi alat yang kuat untuk perkembangan positif anak, bukan justru menjadi sumber pengaruh negatif.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |