Perdana, Slovenia Larang Penjualan Senjata ke Israel

3 days ago 16

REPUBLIKA.CO.ID, LJUBLJANA – Slovenia jadi negara pertama anggota Uni Eropa yang melarang semua perdagangan senjata dengan Israel sehubungan dengan perang di Gaza. Tindakan ini seiring meningkatnya kritik terhadap Israel atas krisis kemanusiaan di Gaza secara global.

“Slovenia adalah negara Eropa pertama yang melarang impor, ekspor dan transit senjata ke dan dari Israel,” kata pemerintah dalam sebuah pernyataan, dilansir Times of Israel. Mereka menegaskan akan bergerak maju “secara mandiri” karena UE “tidak dapat mengambil tindakan nyata… sehubungan perselisihan dan perpecahan internal.”

Pernyataan Slovenia mengatakan bahwa di tengah perang dahsyat di Gaza, di mana “orang-orang… sekarat karena bantuan kemanusiaan secara sistematis tidak diberikan,” adalah “kewajiban setiap negara yang bertanggung jawab untuk mengambil tindakan, bahkan jika itu berarti mengambil langkah lebih maju dari negara lain.”

Ia menambahkan bahwa pemerintah belum mengeluarkan izin ekspor senjata dan peralatan militer ke Israel sejak Oktober 2023 karena konflik tersebut. Pemerintah Slovenia sering mengkritik Israel atas genosida tersebut, dan tahun lalu mengakui negara Palestina sebagai bagian dari upaya untuk mengakhiri pertempuran di Gaza sesegera mungkin.

Pada awal Juli, Slovenia – yang juga merupakan negara pertama di Uni Eropa – melarang dua menteri sayap kanan Israel – Bezalel Smotrich dan Itamar Ben Gvir – memasuki negara tersebut. Pernyataan tersebut menyatakan kedua warga Israel “persona non grata,” dan menuduh mereka menghasut “kekerasan ekstrem dan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia Palestina” dengan “pernyataan genosida mereka.”

Sebagai tanggapan, seorang pejabat Israel yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada Ynet bahwa negaranya tak terpengaruh keputusan Slovenia: "Tidak ada pengadaan pertahanan dari Slovenia. Kami tidak membeli bahkan satu pin dari mereka. Mereka hanya memutuskan embargo demi kepentingan media, karena mereka bisa, tapi itu sama sekali tidak ada artinya."

Sementara, pemerintah Portugal yang berhaluan kanan-tengah akan berkonsultasi dengan partai-partai politik utama dan Presiden konservatif Marcelo Rebelo de Sousa mengenai potensi pengakuan negara Palestina, kata Perdana Menteri Luis Montenegro pada Kamis.

Tidak seperti negara tetangganya, Spanyol, yang pemerintahan sayap kirinya mengakui kenegaraan Palestina pada Mei 2024 bersama Irlandia dan Norwegia, Portugal mengambil pendekatan yang lebih hati-hati, dengan mengatakan bahwa pihaknya ingin mencapai posisi yang sama dengan negara-negara UE lainnya terlebih dahulu.

“Pemerintah memutuskan untuk mendorong konsultasi dengan presiden dan partai-partai politik yang diwakili di parlemen dengan maksud untuk mempertimbangkan pengakuan negara Palestina dalam proses yang dapat diselesaikan … di Majelis Umum PBB pada bulan September,” kata Montenegro dalam sebuah pernyataan.

Sekitar 144 dari 193 negara anggota PBB mengakui Palestina sebagai sebuah negara, termasuk sebagian besar wilayah selatan serta Rusia, China, dan India. Namun hanya segelintir dari 27 anggota Uni Eropa yang melakukan hal tersebut, sebagian besar adalah negara-negara bekas Komunis serta Swedia dan Siprus.

Majelis Umum PBB menyetujui pengakuan de facto negara berdaulat Palestina pada bulan November 2012 dengan meningkatkan status pengamat di badan dunia tersebut menjadi "negara non-anggota" dari "entitas".

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |