REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jika kamu sering mengucapkan kalimat seperti "Saya harus membersihkan rumah", "Saya harus bisa melupakan ini", atau "Saya harus menyelesaikan presentasi ini", kamu mungkin sedang "mengharuskan" diri sendiri. Menurut para terapis, kebiasaan ini atau yang sering disebut shoulding yourself adalah kebiasaan yang bisa memicu rasa bersalah dan malu yang tidak perlu. Kebiasaan ini dinilai sebagai bentuk dari distorsi kognitif yang tanpa disadari sering kita lakukan setiap hari.
"Mengharuskan diri sendiri adalah distorsi kognitif, dan begitu banyak dari kita sering melakukannya," ujar pekerja sosial klinis berlisensi dan pelatih kecemasan, Carrie Howard dikutip dari laman Huffington Post pada Selasa (12/8/2025).
Ia mencontohkan kalimat lainnya seperti "Saya seharusnya tidak makan kue itu" atau "Saya seharusnya menanggapi situasi itu dengan cara yang berbeda". Kata-kata lain yang memiliki efek serupa adalah "wajib", "mesti" dan "perlu".
"Pada dasarnya, ini adalah semacam pemikiran otomatis atau pernyataan yang mungkin digunakan pada diri sendiri yang menciptakan rasa kewajiban yang belum dipertimbangkan secara sadar atau rasional dengan informasi faktual," kata dia.
Meskipun ada hal-hal yang memang perlu diakukan, tidak setiap tugas atau tindakan harus masuk dalam kategori ini. Pernyataan "harus" semacam ini dinilainya dapat menambah rasa kewajiban atau rasa malu pada suatu situasi. Howard mengatakan, hal ini sering kali merusak karena perasaan bersalah dapat melumpuhkan seseorang atau bahkan menyebabkan penundaan, alih-alih tindakan yang sehat.
Pikirkanlah, pernahkah kamu mengatakan pada diri sendiri harus menyelesaikan proyek kerja, tetapi karena tidak ingin melakukannya, kamu malah mengambil ponsel dan asyik bermain media sosial? Kebiasaan ini menciptakan siklus perasaan buruk tentang diri sendiri yang tak berkesudahan.
Menurut pendiri dan direktur klinis Bloom Psychology & Wellness di Toronto, Meghan Watson, kebiasaan "mengharuskan" diri bisa menjadi tanda bahwa kamu terputus dari apa yang benar-benar disuka atau tidak suka. "Ada unsur-unsur yang berakar pada ketidakpastian, kebingungan, ketidakmelekatan, dan keterputusan dari diri sendiri seperti, 'apa yang harus saya lakukan?'," kata Watson.
Ia menjelaskan, beberapa orang sulit membedakan antara apa yang benar-benar mereka inginkan dengan apa yang dipaksakan oleh pengaruh eksternal atau tekanan sosial. Pengaruh-pengaruh ini bisa datang dari keluarga, budaya, pertemanan, atau peran Anda sebagai orang tua, pasangan, atau pengasuh. Misalnya, jika tekanan eksternal membuat kamu merasa harus selalu sempurna, maka akan membawa beban berat dalam setiap keputusan. Atau, jika kamu mengatakan pada diri sendiri harus melupakan perselisihan dengan teman, maka akan merampas waktu yang sebenarnya dibutuhkan untuk memprosesnya. Pada akhirnya, kamu akan dikendalikan oleh rasa malu dan bersalah yang menyertai pernyataan "harus" tersebut.
"Setiap kali kita secara otomatis melompat untuk 'mengharuskan' diri sendiri, kita melewatkan proses penting untuk benar-benar memeriksa diri sendiri, belajar percaya pada diri sendiri untuk membuat keputusan terbaik, dan mampu menimbang secara sadar bagaimana keputusan potensial itu selaras atau tidak dengan tujuan, nilai, dan keinginan kita," ujar Howard.
Ini bukan berarti kamu harus sepenuhnya menghapus kata "harus" dari kosakata. Namun, menyadari kewajiban dan tanggung jawab adalah hal berbeda dari menyerah begitu saja. Howard mengatakan, ada kalanya kita memang memiliki ekspektasi dan kewajiban yang sah dalam hidup, dan ada kalanya kita harus melakukan sesuatu meskipun tidak ingin. Misalnya, tidak merasa ingin berjalan-jalan, tetapi kamu tahu itu baik untuk kesehatan fisik dan mental.
"Perbedaannya adalah mengharuskan diri sendiri adalah proses otomatis yang tidak memiliki alasan sadar di baliknya," kata Howard. Sebaliknya, kamu bisa secara sadar menimbang dan memahami kewajiban serta ekspektasi Anda.
Watson menyarankan untuk mengganti kata "harus" dengan "ingin". Dengan begitu, kamu bisa mulai memikirkan keputusan-keputusan tersebut dengan cara yang lebih konstruktif. "Daripada 'harus' mungkin ada 'keinginan' atau 'kebutuhan' di sana. Saya pikir orang-orang memiliki konseptualisasi yang lebih baik tentang 'apakah ini sesuatu yang saya inginkan atau butuhkan?'," kata Watson.