REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Apakah Anda merasa terlalu sering menghakimi diri sendiri secara berlebihan? Di dunia yang serba kompetitif ini, menjadi sosok yang kritis terhadap diri sendiri sering dianggap sebagai motivasi untuk terus maju. Namun, tanpa disadari, sikap ini bisa menjadi racun yang menggerogoti kesehatan mental dan kebahagiaan.
Seseorang yang terlalu keras pada diri sendiri biasanya melihat kritik yang mereka lontarkan sebagai sesuatu yang wajar dan perlu. Ini sangat rentan terjadi pada mereka yang memiliki sifat perfeksionis.
Untuk melakukan "cek realitas" terhadap diri sendiri, mari kita telisik tujuh tanda utama yang menunjukkan bahwa Anda terlalu berlebihan dalam menghakimi diri, seperti dilansir laman Psychology Today:
1. Menghukum Diri Sendiri Secara Psikis Atas Kesalahan Kecil
Sering kali, kesalahan yang kita buat dalam kehidupan sehari-hari adalah hal-hal sepele yang tidak memiliki konsekuensi besar. Misalnya, Anda lupa memeriksa tanggal kedaluwarsa saat membeli yogurt di supermarket dan akhirnya harus membuangnya. Atau Anda salah memilih alpukat yang ternyata busuk, padahal biasanya Anda sangat teliti. Kesalahan-kesalahan semacam ini seharusnya tidak menjadi beban pikiran.
Anda bisa mencoba menetapkan ambang batas untuk kesalahan yang dapat Anda maklumi, misalnya kesalahan yang hanya membuang uang di bawah 5 dolar AS (Rp80 ribu) atau waktu di bawah 10 menit. Ini adalah cara praktis untuk memberikan kelonggaran pada diri sendiri.
2. Terus Mengkritik Diri Setelah Memperbaiki Kesalahan
Tanda berikutnya adalah ketika Anda terus-menerus mengkritik diri sendiri meskipun Anda sudah memperbaiki kesalahan yang terjadi. Misalnya, Anda tidak sengaja salah menyebut nama seseorang dalam email. Setelah menyadari kesalahan itu, Anda segera mengirim pesan permintaan maaf. Meskipun demikian, seharian penuh Anda terus menyalahkan diri sendiri, merasa tidak sopan dan tidak hormat. Padahal, Anda sudah melakukan yang terbaik untuk memperbaiki situasi.
Perlu disadari bahwa fungsi utama dari perasaan bersalah adalah untuk memotivasi kita agar bertanggung jawab dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Setelah Anda melakukan yang terbaik, izinkan diri Anda untuk melangkah maju dan melupakannya.
3. Merawat Diri Selalu Tergeser dari Daftar Prioritas
Apakah Anda terus-menerus menunda-nunda hal-hal yang berkaitan dengan perawatan diri? Misalnya, Anda tahu bahwa Anda membutuhkan kasur baru karena yang lama sudah tidak nyaman, tetapi Anda terus menunda membelinya karena selalu ada prioritas lain yang dianggap lebih penting. Contoh pribadi yang disebutkan dalam artikel adalah menunda-nunda pijat selama tiga tahun dengan alasan kesibukan.
Prioritas kesehatan dan kebugaran sering kali menjadi yang paling mudah dikorbankan, padahal ini adalah area paling vital dalam hidup. Cobalah untuk memberikan diri Anda waktu, uang, atau ruang mental yang dibutuhkan untuk merawat diri.
4. Selalu Menganggap Diri Sendiri Bertanggung Jawab Atas Perlakuan Buruk Orang Lain
Ketika ada sesuatu yang tidak beres dalam interaksi interpersonal, apakah Anda selalu menyalahkan diri sendiri? Misalnya, ketika rekan kerja tidak menindaklanjuti pekerjaan, Anda merasa itu salah Anda karena tidak mengingatkannya. Jika seseorang memperlakukan Anda dengan buruk, Anda mempertanyakan apakah Anda berhak untuk marah, lalu berpikir bahwa masalahnya pasti ada pada diri Anda, seperti terlalu pemilih atau menuntut.
Cobalah untuk mengenali batas antara terlalu sedikit dan terlalu banyak mengambil tanggung jawab. Jika Anda sering mengambil 100 persen tanggung jawab saat sesuatu salah, coba kurangi menjadi 50 persen dan lihat bagaimana hasilnya. Tanyakan pada diri sendiri, "Apa tingkat tanggung jawab yang paling membantu dalam situasi ini?" yang akan membantu mencegah masalah terulang tanpa menyalahkan diri secara berlebihan.
5. Selalu Berusaha Memberikan yang Ekstra Hingga Menguras Tenaga
Memberikan upaya lebih memang patut diacungi jempol, tetapi terus-menerus memberikan yang terbaik hingga menguras seluruh energi adalah tindakan yang melelahkan. Pola ini sering kali dipicu oleh sindrom imposter, di mana Anda takut jika tidak berhati-hati, kekurangan Anda akan terungkap.
Untuk memutus pola ini, mulailah dengan mencoba untuk tidak memberikan upaya ekstra dalam hal-hal kecil. Setiap kali Anda berhasil melakukannya dan tidak terjadi hal buruk, Anda akan merasa lebih mudah untuk terus melakukannya.
6. Merasa Gagal Meskipun Hidup Anda Terlihat Baik-Baik Saja
Orang yang terlalu kritis pada diri sendiri cenderung hanya melihat kekurangan dalam hidup mereka dan mengabaikan semua hal yang sudah mereka lakukan dengan benar. Mereka merasa gagal, padahal secara objektif, hidup mereka sudah cukup teratur. Coba tanyakan pada diri sendiri bagaimana orang lain melihat kehidupan Anda.
Jika orang lain melihat Anda sudah berhasil, pertimbangkan bahwa mungkin ada kebenaran di balik pandangan tersebut. Anda mungkin menganggap remeh hal-hal yang Anda lakukan dengan benar, seperti membayar tagihan tepat waktu atau menjaga kebersihan rumah.
7. Memaafkan Kesalahan Orang Lain, Tetapi Tidak untuk Diri Sendiri
Kita semua mungkin pernah melakukan hal-hal bodoh. Misalnya, Anda lupa menutup blender dengan benar dan membuat smoothie berceceran di dinding dapur. Ketika orang lain melakukan kesalahan semacam ini, Anda biasanya menganggapnya wajar karena semua orang bisa ceroboh.
Namun, ketika Anda yang melakukannya, Anda tidak memberikan kelonggaran sama sekali dan langsung menghakimi diri sendiri. Ketika hal ini terjadi, tanyakan pada diri Anda, "Apa yang akan saya katakan kepada orang lain yang saya sukai dan hormati jika mereka berada dalam situasi yang sama?" Lalu, cobalah untuk mengatakan hal itu pada diri Anda sendiri.