Agung Han
Gaya Hidup | 2025-09-05 16:50:31

Saya pelaku diet, kali pertama melakukannya pada 2016. Kala itu diawali kejadian tak mengenakkan, yang menjadi pemantik tekad kuat untuk berubah.
Suatu malam badan ini kesakitan yang sangat, bergerak sedikit saja nyeri sekali. Sampai saya tidak bisa bangkit dari tempat tidur, saking sakitnya saya merasa tersika. Pikiran ngelantur kemana- mana, ketakutan kalau terkena penyakit berat.
Untuk bisa duduk dan bangkit, dua tangan ditarik istri dan anak. Dengan tertatih- tatih mencoba berdiri, meski tetap menahan sakit yang sangat. Saya berusaha mondar mandir di ruang tengah, sampai badan bisa digerakan seperti biasa.
Keesokan hari ke klinik, setelah diperiksa dokter hasilnya membuat saya introspeksi diri. Selain hipertensi, ada indikasi fatty liver. Yang musti saya lakukan, saran dokter adalah mengubah pola makan dan gaya hidup.
Keluar dari ruang praktek itu, seperti ada tekad kuat yang bertumbuh dan membaja. Mulai detik itu, saya bertekad berubah untuk kebaikan diri sendiri. Dan bulan Ramadan 2016, menjadi titik balik perubahan itu.
Saat berbuka dan sahur, saya memperhatikan asupan yang masuk ke tubuh. Selain mengonsumsi asupan kaya serat, no gula, no minyak, no santan, no tepung. Nasi diganti singkong, ubi, kimpul, kentang, memilih olahan rebus, ungkep, paling berat dibakar.
Di awal diet BB saya dikisaran satu kuital, pada bulan kedua mulai terasa dampaknya. Baju dan celana yang semula ketat, mulai longgar dan muat dipakai lagi. Perut buncit dan gempal tidak lagi tampak, tubuh terasa enteng tidak gampang masuk angin.
Sekira delapan belas bulan berjalan, berat badan ini di angka 75 kg. Saya dengan tinggi 177 cm, menurut dokter kisaran BB 70 – 75 termasuk angka ideal.
Berada di BB ideal – empat tahun kemudian-, membuat saya melonggarkan diri soal makanan. Mula-mula nyuil gorengan dimakan istri, nyeruput teh manis dibeli anak wedok. Tepung- tepungan diincip, demikian seterusnya- dan seterusnya. Saya abai soal makanan pantangan, menjadi keterusan.
Bulan mei 2025 saya ikut acara lari, saat ngepas jersey rasanya tidak nyaman. “Mustinya, lu ambil size XXL” celetuk teman sambil bercanda.
Ya, meski bercanda saya merasakan kebenarannya. Saat mulai lari menempuh 1 km, saya ngos-ngosan dan tidak kuat lagi. Lebih banyak jalan kaki, akhirnya berada di kelompok paling belakang.
Saya seperti disadarkan akan kekhilafan selama ini, tak lagi ketat soal makanan, abai olahraga pun kebiasaan hidup sehat. Ketika nimbang BB, angkanya menyentuh 91 kg. Kalau diterus- teruskan, sangat mungkin menyentuh satu kuintal lagi.
Sungguh, saya tidak ingin mengulangi kejadian lama. Kejadian tahun 2016, badan susah digerakkan dan sakit sekali. Menaklukan ego memang tidak mudah, tapi saya pernah melakukan dan berhasil.
----- ---
Dari medsos, saya tercerahkan metode diet intermitten fasting/ IF. Karena bukan diet pertama, saya tidak terlalu kagok dan bingung. Mengambil pola 18; 6 ( 18 jam puasa ; 6 jam makan bebas), dalam delapan minggu efeknya manjur. O’ya saat jam puasa kita tetap boleh minum air putih, teh/ kopi tanpa gula.
Pertengahan Agustus lalu, saya mengambil pola 20 ; 4 ( 20 jam puasa ; 4 jam makan bebas). Terhitung empat bulan IF, BB yang tadinya 91 kg kini di kisaran 77 kg - sebelum menulis artikel saya nimbang.
Lebih dari sekadar turunnya angka timbangan, badan terasa lebih enteng dan sehat. Saya yang punya masalah dengan sakit gigi, perlahan- lahan bisa diatasi. Karena jarang dipakai ngunyah, kebersihan gigi terjaga.
Setelah Berat Badan Ideal, Apakah Boleh Berhenti Diet?
Menjalankan diet saat ini, saya tetap memasang target mencapai berat badan tertentu. Maka IF tetap saya lakukan, entah dititik mana akan berhenti. Fokus sekarang, bagaimana agar BB ini di angka aman ( 70 – 75 kg).
Sembari mencari informasi tentang gaya hidup sehat, dari membaca artikel, mantengin konten, atau searching video di youtube. Menimba inspirasi pelaku hidup sehat, dan atau mereka yang terbukti berhasil diet. Yang lebih penting, adalah menjaga konsistensi diet.
Ada satu channel yang rajin saya tonton, adalah akun yang dikelola team presenter senior Dewi Hugghes. Pesohor yang dulunya dengan BB 151 Kg, kini konsisten dengan BB di angka 59 Kg.
Hughes kerap membagikan tips diet kenyang, dengan memperbaiki mindset. Menggunakan metode hypnotherapy, sehingga bisa mempertahankan BB ideal. Di beberapa konten, juga kerap menjawab pertanyaan netizen.
Setelah berat badan ideal, apakah boleh berhenti diet?
Jawaban Hughes sangat bagus, terbukti bertahun- tahun BB-nya diangka stabil. Konon cara bijaksana yang sudah berhasil diet, adalah menjadikan kebiasaan selama diet menjadi gaya hidup.
Perilaku yang dijalankan selama diet, soal pilah pilih makanan, olahraga, cara setting mindset. Dijadikan gaya hidup, sehingga menjalaninya tanpa beban. Bagi orang- orang dengan sikap demikian, membuatnya menikmati proses menjalankan gaya hidup tersebut.
Sebagai orang pernah berhasil diet, naik turunnya saya pernah alami dan rasai. Bersikap konsisten dan bertahan dalam jangka panjang, butuh effort yang luar biasa. Kita manusia dianugerahi akal pikiran, bebas menentukan sikap. Karena apapun keputusannya, akibatnya ditanggung sendiri.
Salam Sehat – Semoga bermanfaat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.