muhammad syauqi asy syadzili
Agama | 2025-07-10 20:07:13

Dalam dinamika sosial-politik kontemporer, diskursus tentang hukum dan hak asasi manusia (HAM) seringkali terjebak dalam dikotomi antara nilai universal dan nilai lokal, termasuk nilai-nilai religius. Padahal, dalam khazanah Islam, Al-Qur’an telah memberikan pondasi moral dan hukum yang kuat untuk menjamin keadilan, kesetaraan, dan perlindungan terhadap martabat manusia. Tafsir ayat-ayat Al-Qur’an tentang keadilan menjadi penting sebagai pijakan spiritual dan normatif dalam mendorong reformasi hukum dan pemajuan HAM di Indonesia.
Keadilan sebagai Inti Ajaran Islam
Adil (Ar;al-adl), salah satu sifat yang harus dimiliki oleh manusia dalam rangka menegakkan kebenaran kepada siapa pun tanpa kecuali, walaupun akan merugikan dirinya sendiri. Secara etimologis al-adl berarti tidak berat sebelah, tidak memihak; atau menyampaikan yang satu dengan yang lain (al-musawah). Istilah lain dari al-adl adalah al-qist al-misl (sama bagian atauu semisal). Secara terminologis adil berarti “mempersamakan” sesuatu dengan yang lain, baik dari segi nilai maupun dari segi ukuran sehingga sesuatu itu menjadi tidak berat sebelah dan tidak berbeda satu sama lain. Adil juga berarti “berpihak atau berpegang kepada kebenaran” keadilan lebih dititik beratkan pada pengertian meletakkan sesuatu pada tempatnya jika keadilan telah dicapai, maka itu merupakan pada tempatnya jikakeadilan telah dicapai, maka itu merupakan dalil kuat dalam islam selama belum ada dalili lain yang menentangnya. Keadilan (al-‘adl) merupakan prinsip utama dalam Al-Qur’an. Firman Allah dalam QS. An-Nahl [16]: 90 menyebutkan:
> "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat ihsan, memberi kepada kaum kerabat, dan melarang dari perbuatan keji, mungkar dan permusuhan."
Ayat ini oleh banyak mufasir, termasuk al-Thabari dan al-Qurthubi, dipahami sebagai manifestasi prinsip universal Islam yang mewajibkan keadilan dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam struktur hukum dan pemerintahan.
Tafsir Ayat Keadilan dan HAM
Para mufasir kontemporer seperti Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan Fazlur Rahman menekankan bahwa ayat-ayat keadilan tidak bersifat stagnan, melainkan dinamis dan kontekstual. QS. Al-Ma’idah [5]: 8 menjadi rujukan utama:
> "Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kalian penegak keadilan karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena itu lebih dekat kepada takwa..."
Ayat ini memberi pesan kuat bahwa keadilan dalam Islam bersifat objektif dan tidak boleh dikaburkan oleh sentimen sosial, politik, atau identitas kelompok. Inilah prinsip yang seharusnya menjadi landasan dalam menegakkan hukum tanpa diskriminasi.
Hukum Islam dan Universalitas HAM
Salah satu tantangan yang sering muncul adalah persepsi bahwa nilai HAM bertentangan dengan hukum Islam. Namun, jika ditinjau dari maqāṣid al-syarī‘ah (tujuan-tujuan hukum Islam), perlindungan terhadap jiwa, akal, agama, keturunan, dan harta menunjukkan bahwa Islam secara prinsip sejalan dengan nilai-nilai HAM.
Tafsir progresif terhadap ayat-ayat hukum seperti QS. Al-Baqarah [2]: 178 tentang qisas dan QS. Al-Nisa’ [4]: 135 tentang keadilan dalam kesaksian membuka ruang bagi rekonstruksi hukum pidana dan perdata yang berkeadilan dan berbasis pada hak asasi.
Reformasi Hukum di Indonesia
Dalam konteks Indonesia sebagai negara hukum yang majemuk, pendekatan tafsir Al-Qur’an yang inklusif dan kontekstual bisa menjadi jembatan antara nilai-nilai Islam dan prinsip-prinsip konstitusional, seperti keadilan sosial, persamaan di hadapan hukum, dan perlindungan hak warga negara.
Upaya reformasi hukum tidak cukup hanya dengan perubahan undang-undang, tetapi juga memerlukan revitalisasi nilai keadilan dalam kerangka etika Islam yang ramah terhadap HAM. Tafsir ayat-ayat keadilan bisa menjadi inspirasi moral sekaligus epistemologi baru dalam pembaruan hukum nasional.
Reformasi hukum dan HAM di Indonesia harus dibangun di atas nilai-nilai keadilan universal yang telah lama menjadi bagian dari tradisi Islam. Tafsir Al-Qur’an terhadap ayat-ayat keadilan bukan sekadar wacana spiritual, tetapi sumber etika hukum yang dapat memperkuat komitmen terhadap kemanusiaan, keadilan, dan demokrasi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.