Anggaran Pendidikan 2026: Benarkah Rp 274,7 Triliun Cukup untuk Guru dan Dosen?

5 hours ago 7

Pemerintah melalui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 mengumumkan bahwa alokasi anggaran pendidikan untuk guru, dosen, dan tenaga kependidikan naik signifikan dari Rp178,7 triliun menjadi Rp274,7 triliun. Kenaikan ini pada pandangan awal tampak sebagai kabar baik. Namun, pertanyaan fundamental yang perlu diajukan adalah: apakah anggaran sebesar itu murni dialokasikan untuk gaji dan tunjangan guru serta dosen? Dan apakah jumlah tersebut sudah memadai secara normatif dalam menjamin kesejahteraan mereka?
1. Komposisi Anggaran: Tidak Murni untuk Gaji
Dalam praktik penganggaran negara, nomenklatur “alokasi untuk guru, dosen, dan tenaga kependidikan” tidak otomatis berarti seluruhnya digunakan untuk gaji pokok maupun tunjangan profesi. Anggaran itu biasanya mencakup berbagai komponen, seperti:
Gaji pokok dan tunjangan guru/dosen PNS.
Tunjangan profesi guru (TPG) baik untuk PNS maupun non-PNS.
Tunjangan kinerja (terutama di perguruan tinggi negeri).
Dana untuk peningkatan kapasitas dan pelatihan tenaga kependidikan.
Subsidi gaji guru non-PNS pada sekolah swasta.

Dengan demikian, kenaikan menjadi Rp274,7 triliun belum tentu sepenuhnya dirasakan langsung dalam bentuk peningkatan pendapatan bulanan guru dan dosen. Sebagian bisa terserap ke belanja non-gaji.
2. Kelayakan Secara Normatif
Secara normatif, pendapatan guru dan dosen semestinya memenuhi prinsip decent living wage atau penghasilan yang layak untuk hidup bermartabat. Beberapa indikator yang bisa dijadikan tolok ukur adalah:
Upah Minimum Regional (UMR/UMP): Di banyak daerah, guru honorer dan dosen non-PNS masih menerima pendapatan di bawah UMR. Anggaran tambahan seharusnya diarahkan untuk menutup kesenjangan ini.
Perbandingan Internasional: Menurut UNESCO (2023), gaji guru idealnya setara atau lebih tinggi dari rata-rata PDB per kapita negara. Di Indonesia, rata-rata gaji guru PNS pemula sekitar Rp3,5–4,5 juta per bulan, masih jauh dari kebutuhan hidup di perkotaan besar.
Keseimbangan Beban Kerja: Guru dan dosen menghadapi beban kerja administratif tinggi, sementara kompensasi finansial sering kali tidak sepadan.

Jika Rp274,7 triliun benar-benar didistribusikan secara proporsional, maka secara matematis seharusnya memadai. Misalnya, dengan asumsi terdapat sekitar 2,5 juta guru dan 300 ribu dosen, anggaran ini setara dengan Rp100 juta per orang per tahun, atau sekitar Rp8,3 juta per bulan. Namun, realitas distribusi anggaran tidak sesederhana itu.
3. Potensi Masalah Distribusi
Kendala utama ada pada distribusi:
Guru negeri PNS cenderung lebih aman dengan gaji tetap dan tunjangan profesi.
Guru swasta non-PNS, yang jumlahnya jutaan, sering kali hanya menerima sebagian kecil dari alokasi.
Dosen swasta, terutama di perguruan tinggi kecil, masih bergantung pada kebijakan yayasan.
Tenaga kependidikan (Tendik) juga membutuhkan perhatian, namun kerap tersisihkan karena porsi terbesar diarahkan ke guru/dosen.

Jika kebijakan distribusi tidak transparan, maka kenaikan anggaran sebesar Rp96 triliun dari tahun sebelumnya tidak akan menutup kesenjangan struktural.
4. Implikasi Sosial dan Mutu Pendidikan
Ketidakcukupan dan ketidakmerataan gaji guru dan dosen berdampak langsung pada kualitas pendidikan. Guru yang harus mencari penghasilan tambahan akan kehilangan fokus dalam pembelajaran. Dosen yang kekurangan penghargaan finansial bisa terhambat dalam riset dan publikasi. Dalam jangka panjang, ini menurunkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
5. Catatan Kritis dan Rekomendasi
Kenaikan anggaran patut diapresiasi, tetapi tanpa reformasi distribusi dan kebijakan afirmatif, problem kesejahteraan guru dan dosen tetap berulang. Ada tiga catatan kritis:
1. Pemerintah perlu memisahkan secara tegas anggaran gaji pokok, tunjangan profesi, dan pelatihan agar tidak bercampur dalam satu nomenklatur besar.

2. Prioritas harus diberikan kepada guru dan dosen non-PNS yang selama ini termarjinalkan.

3. Transparansi penyaluran anggaran wajib diperkuat, agar publik dapat menilai efektivitas penggunaan Rp274,7 triliun tersebut.

Penutup
Dengan demikian, kenaikan anggaran dari Rp178,7 triliun menjadi Rp274,7 triliun tidak bisa serta-merta dipandang sebagai solusi final. Secara matematis jumlah ini memadai, namun secara normatif kesejahteraan guru dan dosen belum tentu otomatis meningkat tanpa distribusi yang adil dan tepat sasaran. Anggaran besar tanpa desain kebijakan yang tepat hanya akan menjadi angka di atas kertas, bukan kesejahteraan nyata di lapangan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Berita Republika | International | Finance | Health | Koran republica |